Kamis, 07 Maret 2013

Membiasakan Anak Berjilbab Sejak Kecil


Begitu masuk masa baligh, pada anak perempuan berlangsung lebih awal yakni 9-12 tahun, seorang anak mulai dibebani dengan hukum syara’ (mukallaf).  Amal dan dosa mereka dihisab.  Agar saat baligh mereka telah siap menjalankan hukum syara’,  mereka perlu dilatih dan dibiasakan menjalankannya sedari kecil.  Rasulullah SAW bersabda:

“Jika seorang anak telah mampu membedakan tangan kanan dan kirinya maka perintahkanlah ia untuk melakukan shalat.” (HR Thabrani).

Begitu juga beliau SAW bersabda: “Perintahkan anakmu shalat usia 7 tahun, dan bila telah berusia 10 tahun pukullah bila ia mengabaikannya .” (HR Abu Dawud, Tirmidzi dan Daruquthni)
Dari perintah membiasakan anak shalat saat usianya belum menginjak baligh, dapat diambil analogi bagi pembiasaan hukum-hukum syara’ yang lain.   Telah masyhur bahwa para shahabat mengajarkan anak-anak mereka berpuasa saat mereka masih kecil, sampai-sampai mereka membuatkan mainan dari wol agar anak-anak bisa bermain sampai tiba waktu berbuka (HR Bukhari –Muslim).
Dari apa yang diperintahkan Rasulullah SAW dan apa yang dilakukan para shahabat, maka pembiasaan bagi anak dalam menjalankan hukum syara’ adalah hal yang harus kita lakukan.  Tanpa adanya pembiasaan di awal, dikhawatirkan anak akan merasa berat menjalankan hukum syara’ saat usia mereka masuk baligh.  Sementara mereka telah dikenai dosa ketika meninggalkan kewajiban-kewajiban syara’.
Pembiasaan
Wajibnya mengenakan jilbab dan kerudung adalah kewajiban yang sama dengan wajibnya shalat atau puasa.  Dengan demikian, melatih anak perempuan mengenakan jilbab dan kerudung juga sama wajibnya dengan melatih anak untuk shalat atau berpuasa.  Pembiasaan semenjak dini akan menjadikan anak merasa lebih nyaman dan tidak canggung lagi saat mengenakan jilbab dan kerudung telah menjadi wajib baginya.
Upaya pembiasaan mengenakan jilbab dan kerudung bagi anak-anak dapat dilakukan secara bertahap.  Pertama, tentu perlu adanya teladan dari orang tuanya.  Anak-anak akan merasa gembira meniru apa yang dilakukan oleh orang tuanya, terutama anak perempuan meniru ibunya.  Untuk kenyamanan anak perlu kita pertimbangkan bahan jilbab dan kerudung yang akan dikenakan, misalnya bahan kaos yang dingin dan menyerap keringat.
Setiap kali membawa anak keluar rumah, orang tua dapat mengajak anak mengenakan kerudungnya.  Bila anak tidak mau orang tua tidak perlu memaksa.  Begitu pula bila di tengah perjalanan anak kegerahan atau tidak nyaman, dapat kita lepaskan dulu kerudungnya.  Inti dari latihan ini adalah membuat anak merasa nyaman, bukan membuatnya merasa bahwa jilbab dan kerudung menyusahkannya.
Pemaksaan orang tua dapat berakibat anak malahan menjadi tidak nyaman dengan jilbab dan kerudungnya sehingga ia cenderung untuk meninggalkannya bila di luar pengawasan orang tua. Bila anak sudah menjelang baligh, kita perlu menyampaikan kepada mereka dalil-dalil wajibnya jilbab dan kerudung sehingga mereka kuat berpegang pada hukum.  Bukan melakukan sesuatu yang sifatnya dogma semata.  Upaya ini senantiasa kita iringi dengan penanaman akidah yang kokoh pada anak, sehingga yang muncul adalah kesadaran dan bukan keterpaksaan.
Kesulitan yang kita alami dalam proses pembiasaan anak mengenakan jilbab, insya Allah kelak akan berbuah manis di hadapan Rabb kita.  Mengajarkan anak mengenakan jilbab, akan menjadi ilmu bermanfaat.  Selama anak kita berjilbab, pahalanya akan terus mengalir, sekalipun kita sudah berselimut tanah di dalam kubur.  Insya Allah. (di share dari mediaumat./www.syahidah.web.id)

Rabu, 06 Maret 2013

Doa-doa Supaya Diwafatkan Husnul Khatimah


Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Saat menjelang kematian merupakan saat kesempatan terakhir bagi setan untuk menyesatkan hamba Allah. Setan berusaha sekuat tenaga untuk menyesatkannya, bahkan terkadang menjelma dalam rupa ayah dan ibunya.
Imam Ibrahim bin Muhammad bin Muflih al-Maqdisi al-Hambali dalam kitabnya Mashaaib al-Insan min Makaa-id al-Syaithan pada Bab ke-22 mengupas tentang usaha setan untuk menyesatkan orang mukmin pada saat kematian. Dalam bab tersebut, beliau menukilkan hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dalam Sunannya bahwa  Iblis berkata kepada bala tentaranya pada saat kematian manusia: Berusahalah saat sekarang, karena jika kalian gagal tidak akan ada kesempatan lagi.
Dari Wailah bin al-Asqa’ berkata bahwa Rasulullahshallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Talkin (tuntun)-lah orang yang hendak meninggal dengan Laa Ilaaha Illallaahdan berilah kabar gembira dengan surga. Sesungguhnya orang yang mulia, dari kaum laki-laki dan wanita kebingungan dalam menghadapi kematian dan diuji. Sesungguhnya setan paling dekat dengan manusia pada saat kematian. Sedangkan melihat malaikat maut lebih berat daripada seribu kali tebasan pedang.” (HR. Abu Nu’aim)
Abdullah bin Ahmad berkata, “Pada saat saya hadir dalam kematian bapakku, saya membawakan kain untuk mengikat jenggotnya, sementara beliau dalam  keadaan tidak sadar. Kemudian pada saat beliau sadar, mengatakan, ‘Belum, belum!’ Beliau mengucapkan itu berkali-kali. Saya bertanya kepada beliau, ‘wahai bapakku, apa yang tampak padamu?’ Beliau menjawab, ‘setan berdiri di depanku sambil menggigit jarinya seraya mengatakan, ‘aku gagal menggodamu wahai Ahmad.’ Saya katakan, ‘Belum, sebelum saya benar-benar meninggal’.”
Abu Hasan al-Qabisi dalam Risalah Ibnu Abi Zaid meriwayatkan bahwa seorang hamba tatkala sedang menghadapi kematian ada dua setan yang menggoda dari atas kepalanya. Salah satunya berada di sebelah kanan dan satunya lagi di sebelah kiri. Adapun yang di sebelah kanan menyerupai bapaknya lalu berkata, “Wahai anakku, saya sangat sayang dan cinta kepadamu. Jika kamu mau mati, maka matilah dengan membawa agama Nasrani sebab dia adalah sebaik-baik agama.” Dan yang berada di sebelah kiri menyerupai ibunya dan berkata, “Wahai anakku, perutku dahulu tempat hidupmu dan air susuku sebagai minumanmu serta pangkuanku sebagai tempat tidurmu, maka saya minta hendaknya kamu mati dengan membawa agama Yahudi sebab dia adalah sebaik-baik agama.”
Maka menurut Imam al-Ghazali, pada saat itu Allah menggelincirkan orang-orang yang dikehendaki oleh-Nya tergelincir. Demikian itu yang dimaksud dengan firman Allah,
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami.” (QS. Ali Imran: 8)
Maksudnya, Ya Allah janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan pada saat kematian setelah Engkau beri petunjuk kepada kami beberapa kurun waktu.
Jika Allah menghendaki hidayah dan keteguhan pada hamba-Nya, maka datanglah rahmat dan Malaikat Jibril untuk mengusir setan dan mengatakan kepada orang beriman, “Wahai orang mukmin, mereka itu adalah musuh-musuhmu dari kalangan setan, maka meninggallah kamu dalam keadaan membawa agama yang hanif dan syariat Muhammad.” Dan tidak ada sesuatu yang paling dicintai oleh orang beriman kecuali Malaikat itu dan itulah yang dimaksud firman Allah,
وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
Dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imran: 8).” Selesai perkataan Imam al-Ghazali yang dinukil Imam Ibrahim bin Muhammad al-Maqdisi dalam Menelanjangi Setan, hal. 277-278)
Oleh sebab itu penting sekali kita meminta keteguhan kepada Allah dan dilindungi dari kesesatan khususnya saat sakaratul maut, karena amal-amal kita ditentukan pada penutupnya.
Sangat banyak doa yang diabadikan Al-Qur’an dan sunnah Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam yang bermakna permintaan agar akhir hayat husnul khatimah, di antaranya:
1. Doa agar diwafatkan di atas Islam:
-  Doa Nabi Yusuf 'Alaihis Salam:
تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ
Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang shaleh.” (QS. Yuusuf: 101)
-  Doa tukang sihir Fir’an yang telah bertaubat,
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ
Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu).” (QS. Al-A’raaf: 126)
2. Doa diteguhkan di atas hidayah,
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)." (QS. Ali Imran: 8)
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ
Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu." (HR. Ahmad dan at Tirmidzi)
3. Doa agar diselamatkan dari godaan setan saat mengalami sakaratul maut.
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَرَمِ وَالتَّرَدِّي وَالْهَدْمِ وَالْغَمِّ وَالْحَرِيقِ وَالْغَرَقِ وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ يَتَخَبَّطَنِي الشَّيْطَانُ عِنْدَ الْمَوْتِ وَأَنْ أُقْتَلَ فِي سَبِيلِكَ مُدْبِرًا وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أَمُوتَ لَدِيغًا
Ya Allah, sunguh aku berlindung kepada-Mu dari pikun, terjatuh dari ketinggian,  keruntuhan bangunan, kedukaan, kebakaran, dan tenggelam. Aku berlindung kepada-Mu dari penyesatan setan saat kematian, terbunuh dalam kondisi murtad dan aku berlindung kepada-Mu dari mati karena tersengat binatang berbisa.” (HR. Al-Nasai dan Abu Dawud. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Al-Jami’: no. 1282)
Makna berlindung dari penyesatan syetan ketika datang kematian adalah dikuasai olehnya ketika berpisah dari dunia sehingga setan berhasil menyesatkannya, menghalanginya dari taubat, menghambatnya dari memperbaiki dirinya dan meninggalkan kezaliman yang telah diperbuat sebelumnya. Atau menjadikannya putus asa dari rahmat Allah, membenci kematian dan berat meninggalkan dunia sehingga dia tidak ridha dengan ketentuan Allah padanya berupa kematian dan berpindah ke negeri akhirat. Akibatnya dia mengakhiri hidupnya dengan keburukan dan bertemu Allah dalam kondisi murka kepadanya. (Disarikan dari keterangan Imam al-Khathabi dalam Hasyiyah al-Suyuthi).
Penutup
Sesungguhnya akhir hayat kita memiliki kaitan dengan amal kita sejak sekarang. Siapa yang senantiasa menjaga ketaatan kepada Allah dengan penuh keikhlasan, insya Allah dia akan mengakhiri hidupnya di atas kondisi tersebut. Sebaliknya, siapa yang mengotori hidupnya dengan maksiat dan kejahatan, atau bahkan sengaja menyimpang, kesempatan taubat sering disia-siakan dengan menunda-nunda, atau bahkan mencari-cari pembenaran atas kesalahan, maka biasanya dia akan mengahiri hidupnya dengan su'ul khatimah. Semoga Allah menyelamatkan kita dari kondisi semacam ini.
Selain itu, jangan lupa untuk senantiasa berdoa dan memohon kepada Allah hidayah dan keteguhan sampai ajal menjemput. Allah Mahakuasa terhadap alam semesta untuk menyesatkan atau memberi petunjuk. Jangan tertipu oleh banyaknya amal shalih seorang semua itu menjamin keselamatan sehingga merasa tak butuh kepada Allah. semoga doa-doa di ata dapat membantu kita mengamalkan doa yang berisi permintaan khusnul khatimah. Wallahu Ta’ala a’lam. [PurWD/voa-islam.com] 

Hauqalah: Zikir yang Menjadi Simpanan Kekayaan di Surga





Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaah
"Tidak ada daya (untuk berbuat) dan kekuatan (untuk melakukan sesuatu) kecuali dengan izin Allah."
__________________________________________________
Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala pujian kepunyaan Allah Ta'ala. Shalawat dan salam teruntuk hamba dan utusan-Nya, Nabi Muhammad –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Zikir salah satu sebab utama yang mendekatkan hamba kepada Allah. Bahkan Allah mengabarkan, Dia akan bersama hamba-Nya selama hamba tersebut mengingat-Nya dan bibirnya bergerak dalam zikirnya. Salah satu zikir yang masyru' untuk dibaca dalam keadaan tertentu dan diperbanyak secara mutlak adalah hauqalah.
Mungkin sebagian kita bertanya-tanya, apa itu hauqalah? Hauqalah adalah bacaaan Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaah. Maknanya, tidak ada daya dan kekuatan untuk berusaha kecuali dengan kehendak dan izin Allah.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah menjelaskan keutamaan kalimat zikir ini kepada Abu Musa al-Asy'ari,
يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ قَيْسٍ قُلْ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ فَإِنَّهَا كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ أَوْ قَالَ أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى كَلِمَةٍ هِيَ كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
"Wahai Abdullah bin Qais (nama Abu Musa), ucapkan Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaah. Sesungguhnya itu adalah salah satu kekayaan yang tersimpan di surga." Atau beliau mengatakan: "Tidakkah kamu mau aku tunjuki salah satu harta simpanan di surga? Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaah’.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Imam Ahmad dalam Musnadnya meriwayatkan hadits yang dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
أَكْثِرُوا مِنْ قَوْلِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ فَإِنَّهَا كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ
"Perbanyaklah membaca Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaah, karena sesungguhnya adalah salah satu harta simpanan di surga."
Kanzun min Kunuz al-jannah, maksudnya: pahalanya disimpan bagi yang mengucapkannya. Pahalanya atau balasan amal zikir terebut disimpan di surga sebagaimana dikumpulkan, disimpan, dan dijaganya harta kekayaan.
Disebut Kanzun menunjukkan bahwa pahala yang disiapkan adalah sangat istimewa dan berharga, sebagaimana harta simpanan adalah harta yang paling berharga.
Imam Nawawi dalam Syarah Muslim menjelaskan tentang sebab keutamaan kalimat tersebut, "Para ulama menuturkan sebab hal itu, karena kalimat itu adalah kalimat kepasrahan dan menyerahkan urusan kepada Allah Ta'ala, merendah (menghinakan) diri kepada Allah. Sesungguhnya tidak ada yang bisa berbuat selain-Nya, tidak ada yang menggagalkan keputusan-Nya, dan hamba tadi tidak kuasa sedikitpun dalam urusan tadi. . ."
Maksud ringkat dari zikir tersebut adalah tidak ada kekuatan untuk berusaha dan kemampuan untuk mengerjakan apapun kecuali dengan masyi'ah (kehendak) Allah Ta'ala. Sebagian ulama menyebutkan, tidak ada daya untuk menolak keburukan dan tidak ada kekuatan dalam meraih kebaikan kecuali dengan izin (kehendak) Allah. Sehingga kalimat zikir ini menuntut agar dalam melakukan usaha supaya meminta pertolongan kepada Allah dan bertawakkal kepada-Nya. Oleh karenanya, saat mendengar seruan shalat dalam adzan;Hayya 'Alaa al-Shalaah dan Hayya 'Alaa Al-Falaah, kita diperintahkan untuk membaca kalimat zikir di atas.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam Majmu' Fatawanya (13/321) berkata,
وقول ” لا حول ولا قوة إلا بالله ” يوجب الإعانة ؛ ولهذا سنها النبي صلى الله عليه وسلم إذا قال المؤذن : ” حي على الصلاة . فيقول : المجيب : لا حول ولا قوة إلا بالله فإذا قال : حي على الفلاح قال المجيب : لا حول ولا قوة إلا بالله “
"Ucapan Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaah, memberikan konsekuensi “i’anah” (bantuan). Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam  memberikan contoh jika muadzzin mengucapkan “Hayya ‘Alaa al-Shalaah”, maka dijawab, ‘Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaah’, jika muadzzin mengucapkan, "Hayya ‘Alaa al-Falaah", dijawab’ Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaah’ (minta bantuan kepada Allah Agar bisa melaksanakannya,-pent)."
Ringkasnya, siapa yang menginginkan punya pahala yang istimewa di surga dengan jumlah yang banyak hendaknya memperbanyak membaca zikir yang agung ini, Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaah. Khususnya pada moment tertentu seperti menjawab adzan saat mu'adzin mengucapkan Hayya ‘Alaa al-Shalaahdan Hayya ‘Alaa al-Falaa, dalam perjalanan, dibaca saat sakit, saat mengerjakan pekerjaan berat dan sulit sebagai sarana untuk meminta pertolongan kepada Allah Ta'ala. Wallahu A'lam. [PurWD/voa-islam.com]

Menjaga Lisan Termasuk Bagian Iman


Menjaga Lisan Termasuk Bagian Iman

Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Menjaga lisan berupa diam dari berkata yang mengundang kemarahan Allah 'Azza wa Jalla  merupakan fardhu 'ain atas setiap muslim dan muslimah. Lebih dari itu, menjaga lisan termasuk bagian dari iman.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
"Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia berkata yang baik atau (jika tidak bisa) hendaknya ia diam." (Muttafaq 'Alaih)
Maksudnya: siapa yang beriman dengan keimanan yang sempurna hendaknya ia berkata yang baik, dan jika tidak maka hendaknya ia diam. Karena orang yang beriman kepada Allah dengan keimanan yang benar maka ia mengharapkan pahala-Nya, takut ancaman-Nya, berusaha mengerjakan perintha-Nya, menjauhi segala larangan-Nya; di antara ia memelihara seluruh anggota tubuhnya agar tidak melakukan sesuatu yang mengundang kemurkaan-Nya. Salah satu anggota tubuhnya tersebut adalah lisannya.
Sesungguhnya urusan lisan sangat besar. Fitnahnya sangat banyak. Bahayanya juga tak terduga. karena gerakan lisan tidak memerlukan tenaga yang besar dan dilakukan sangat mudah. Di tambah banyak orang menggampangkan urusannya. Akibatnya, banyak orang masuk neraka karena kerja lisannya. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallambersabda,
وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ (أَوْ: عَلَى مَنَاخِرِهِمْ) إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ
"Apakah (ada) yang menyebabkan seseorang terjerembab di neraka di atas wajah (atau hidung mereka) kecuali disebabkan oleh tindakan lisan mereka'?" (HR. Al-Tirmidzi, beliau berkata: hadits hasan shahih)
Maka siapa yang mengimani hal ini dengan benar, maka ia akan bertakwa kepada Allah berkenaan dengan lisannya, sehingga ia tidak berbicara kecuali kebaikan atau –jika tidak- maka ia memilih diam.
Para ahli hikmah menyampaikan, "Di dalam diam terdapat keselamatan, sedangkan di dalam berbicara terdapat penyesalan. Jika berbicara adalah perak, maka diam adalah emas." Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]

Hati-hati, Janganlah Kamu Tertipu Oleh Amalmu!


Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salm atas Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Tujuan diciptakan manusia untuk beribadah kepada Allah Ta'ala semata. ibadah ini dikerjakan sampai nyawa berpisah dari badan. Dalam pelaksanaannya dituntun yang terbaik, ahsanu amala. Yakni dengan benar-benar menjaga keikhlasan dan benar dalam pelaksanaan. Setelah itu ia berharap kepada Allah dengan sungguh-sungguh agar diterima.
Namun jangan kita lengah, karena syetan tetap akan menggoda kita supaya ibadah tersebut rusak. Salah satunya adalah dengan menanamkan rasa bangga diri, kekaguman dan bangga dengan amal tersebut. Merasa bahwa ia telah menunaikan hak Allah dengan sempurna. Kesombongan boleh jadi ikut tertanam, sehingga ia melihat dirinya yang paling baik sementara ibadah orang lain banyak kekurangan.
Sikap orang shalih penghuni surga tidak demikian. Mereka sungguh-sungguh dalam ibadah kepada dan takut kalau-kalau ibadahnya tidak diterima. Bahkan, lebih dari itu, ia beranggapan amalnya tidak pantas diterima oleh Allah. Banyak cacat dan kekurangan dalam ibadah yang mereka tegakkan sehingga istighfar senantiasa terucap dari lisan mereka. Allah Ta’ala berfirman tentang mereka,
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آَتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ
"Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka." (QS. Al-Mukminun: 60)
Aisyah Radliyallaahu 'Anha berkata, “Aku telah bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam tentang ayat ini, apakah mereka orang-orang yang minum khamer, pezina, dan pencuri? Beliau  menjawab, “Tidak, wahai putri al-Shiddiq. Mereka adalah orang-orang yang berpuasa, menunaikan shalat dan shadaqah namun mereka takut kalau amalnya tidak diterima.” (HR. Muslim, kitab al Imarah, bab Man Qatala li al-Riya wa al-Sum’ah Istahaqqa al-Naar, no. 1905)
Allah menyebutkan beberapa sifat penghuni surga dari orang-orang muttaqin,
إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍآخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik; Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah)." (QS. Al-Dzaariyat: 15-18)
Ibnu Katsir menyebutkan penafsiran sebagian ulama terhadap ayat terakhir, "Mereka shalat malam dan mengakhirkan (melanjutkannya,-red) istighfar sampaia waktu sahur (menjelang shubuh)." Jadi mereka itu adalah orang-orang yang mengisi hidupnya dengan kebaikan. Mereka banyak amal dengan harta dan fisik mereka. Tapi dipenghujung malam, selepas mengerjakan shalat malam yang panjang, mereka memohon ampun atas dosa dan kesalahan.
Imam Ibnul Qayyim berkata, “Puas dengan ketaatan yang telah dilakukan adalah di antara tanda kegelapan hati dan ketololan. Keraguan dan kekhawatiran dalam hati bahwa amalnya tidak diterima harus disertai dengan mengucapkan istighfar setelah melakukan ketaatan. Hal ini karena dirinya menyadari bahwa ia telah banyak melakukan dosa-dosa dan banyak meninggalkan perintah-Nya."
Allah telah memerintahkan kepada para hujjaj untuk mengucapkan istighfar setelah mereka rampung dari melaksanakan ibadah haji. Hal ini sebagai penyempurna dan kemuliaan. Allah Ta’ala berfirman:
فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ  ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy`arilharam. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al Baqarah: 198-199)
Syaikh al-Sa'di rahimahullah mengatakan, "Beginilah seharusnya yang dilakukan hamba, setiap selesai dari melaksanakan ibadah dia beristighfar (meminta ampun) kepada Allah atas kealpaan dan bersyukur kepada Allah atas taufiq-Nya. Tidak seperti orang yang melihat dirinya telah menyempurnakan ibadah dan berbangga di hadapan Tuhannya."
Dalam surat lain Allah menjelaskan,
الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنْفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ
"(Yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur." (QS. Ali Imran: 17)
Imam al-Hasan menjelaskan ayat ini, bahwa mereka adalah orang-orang yang lama dalam menjalankan shalat sampai menjelang waktu sahur (akhir malam) kemudian mereka duduk dengan mengucapkan istighfar (meminta ampunan) kepada Allah.
Dalam hadits shahih dijelaskan bahwa ketika NabiShallallaahu 'Alaihi Wasallam selesai mengucapkan salam dari shalatnya, maka beliau mengucapkan istighfar tiga kali. (HR. Muslim dari Tsauban)
Jangan Bersandar Pada Amal
Sebab dari ketertipuan ini adalah sikap bersandar kepada amal secara berlebih. Ini akan melahirkan kepuasan, kebanggaan, dan akhlak buruk kepada Allah Ta’ala.  Orang yang melakukan amal ibadah tidak tahu apakah amalnya diterima atau tidak. Mereka tidak tahu betapa besar dosa dan maksiatnya, juga mereka tidak tahu apakah amalnya bernilai keikhlasan atau tidak. Oleh karena itu, mereka dianjurkan untuk meminta rahmat Allah dan selalu mengucapkan istighfar karena Allah Mahapengumpun dan Mahapenyayang.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radliyallah 'Anhu, RasulullahShallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا عَمَلُهُ الْجَنَّةَ قَالُوا وَلَا أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لَا وَلَا أَنَا إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِي اللَّهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا
"Sungguh amal seseorang tidak akan memasukkannya ke dalam surga." Mereka bertanya, "tidak pula engkau ya Rasulallah?" Beliau menjawab, "Tidak pula saya. Hanya saja Allah meliputiku dengan karunia dan rahmat-Nya. Karenanya berlakulah benar (beramal sesuai dengan sunnah) dan berlakulah sedang (tidak berlebihan dalam ibadah dan tidak kendor atau lemah)." (HR. Bukhari dan Muslim, lafadz milik al-Bukhari)
Sesungguhnya seseorang tidak akan masuk surga kecuali dengan rahmat Allah. Dan di antara rahmat-Nya adalah Dia memberikan taufiq untuk beramal dan hidayah untuk taat kepada-Nya. Karenanya, dia wajib bersyukur kepada Allah dan merendah diri kepada Allah.
Tidak layak dia bersandar kepada amalnya untuk menggapai keselamatan dan mendapatkan derajat tinggi di surga. Karena  tidaklah dia sanggup beramal kecuali dengan taufiq Allah, meninggalkan maksiat dengan perlindungan Allah, dan semua itu berkat rahmat dan karunia-Nya.
Seorang hamba tidak pantas membanggakan amal ibadahnya yang seolah-olah bisa terlaksana karena pilihan dan usahanya semata, apalagi ada perasaan telah memberikan kebaikan untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala.Sesungguhnya Allah tidak membutuhkan amal ibadah hamba-hamba-Nya. Dia Mahakaya, tidak butuh kepada makhluk-Nya. Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]

Amal-amal yang Menghindarkan dari Kematian Buruk


Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Terdapat hadits shahih bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam berlindung kepada Allah dari penyakit belang, kusta, gila, dan penyakit-penyakit buruk. Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu, NabiShallallahu 'Alaihi Wasallam berdoa:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ وَالْجُنُونِ وَالْجُذَامِ وَمِنْ سَيِّئِ الأَسْقَامِ
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari belang, gila, lepra dan penyakit-penyakit yang buruk." (HR. Abu Dawud, al-Nasi, dan Ahmad. Dishahihkan oleh al-Albani dalam Silsilah Shahihah)
Beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga berlindung dari kematian yang buruk dan sebab-sebabnya; seperti keruntuhan bangunan, jatuh dari ketinggian, tenggelam, terbakar, disesatkan syetan saat kematian, lari dari medan jihad.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَرَمِ وَالتَّرَدِّي وَالْهَدْمِ وَالْغَمِّ وَالْحَرِيقِ وَالْغَرَقِ وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ يَتَخَبَّطَنِي الشَّيْطَانُ عِنْدَ الْمَوْتِ وَأَنْ أُقْتَلَ فِي سَبِيلِكَ مُدْبِرًا وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أَمُوتَ لَدِيغًا
Ya Allah, sunguh aku berlindung kepada-Mu dari pikun, terjatuh dari ketinggian,  keruntuhan bangunan, kedukaan, kebakaran, dan tenggelam. Aku berlindung kepada-Mu dari penyesatan setan saat kematian, terbunuh dalam kondisi murtad dan aku berlindung kepada-Mu dari mati karena tersengat binatang berbisa.” (HR. Al-Nasai dan Abu Dawud. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Al-Jami’: no. 1282)
Sebagian ulama lain menyebutkan, termasuk bagian dari kematian buruk adalah korban kecelakaan dan bencana alam yang semakin banyak di akhir zaman. Ada pula yang berpandangan, kematian buruk adalah kematian yang datang secara tiba-tiba. Ada pula yang berpendapat, mati yang menghebohkan seperti disalib dan semisalnya. Namun ada satu kesimpulan dari kematian ini, yaitu kematian dengan kemurkaan Allah Ta'ala. Karena kematian yang buruk termasuk bagian hukuman dari Allah dan kemurkaan-Nya.
Tentunya kita semua juga takut terhadap macam-macam kematian di atas. Karenanya kita berusaha mencari jalan dan sebab yang bisa menghindarkan darinya. RasulullahShallallahu 'Alaihi Wasallam telah mengabarkan beberapa sebab yang bisa menghindarkan dari kematian buruk.
Beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda;
إِنَّ الصَّدَقَةَ لَتُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ وَتَدْفَعُ عَنْ مَيْتَةَ السُّوْءِ
"Sesungguhnya shadaqah benar-benar memadamkan kemurkaan Allah dan menghindarkan dari kematian buruk." (HR. Al-Tirmidzi dan lainnya Hasan li Ghairihi)
Dalam hadits lain, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallambersabda,
اَلْمَعْرُوْفُ إِلَى النَّاسِ يَقِي صَاحِبَهَا مَصَارِعَ السُّوْءِ وَ الآفَاتِ وَ الْهَلَكَاتِ وَ أُهْلُ الْمَعْرُوْفِ فِي الدُّنْيَا هُمْ أَهْلُ الْمَعْرُوْفِ فِي الآخِرَةِ
"Berbuat baik kepada manusia menghindarkan pelakunya dari kematian buruk, musibah, dan kehancuran. Dan ahli kebaikan di dunia akan menjadi ahli kebaikan di akhirat." (HR. Al-Hakim dan dishahihkan oleh Al-Albani)
Imam al-Thabrani dalam al-Ausathnya meriwayatkan, NabiShallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Sesungguhnya shadaqah secara sembunyi-sembunyi memadamkan kemarahan Allah. Dan sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik (kepada orang lain) menghindarkan dari kematian buruk, silaturrahim menambah umur dan menghindarkan kefakiran. Perbanyaklah ucapan Laa Haula wa Laa Quwwata illaa Billaah, karena sesungguhnya ia salah satu perbendaharaan surga dan di dalamnya terdapat obat dari 99 penyakit; yang paling rendah al-hamm (gundah)."
Dalam riwayat lain, "Perbuatan-perbuatan baik (kepada orang lain) menghindarkan dari kematian buruk. Shadaqah secara sembunyi-sembunyi memadamkan kemarahan Allah. silaturahim menambah umur. Setiap perbuatan baik adalah sedekah. Dan ahli kebaikan di dunia akan menjadi ahli kebaikan di akhirat. Ahli kemungkaran di dunia akan menjadi ahli kemungkaran di akhirat. Sedangkan orang yang pertama masuk surga adalah ahli kebaikan." (HR. al-Thabrani dan lainnya, dishahihkan oleh Al-Albani)
Imam al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad meriwayatkan hadits dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma secara marfu', "Siapa bertakwa kepada Tuhannya dan menyambung hubungan silaturahim, niscaya dipanjangkan umurnya, diperbanyak hartanya, dan dicintai keluarganya."
Dalam riwayat al-Tirmidzi dan selainnya, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda;
إِنَّ الصَّدَقَةَ لَتُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ وَتَدْفَعُ عَنْ مَيْتَةَ السُّوْءِ
"Sesungguhnya shadaqah benar-benar memadamkan kemurkaan Allah dan menghindarkan dari kematian buruk." (Hassan Lighairihi)
Kesimpulan
Berdasarkan beberapa hadits di atas bahwa yang bisa menghindarkan dari kecelakaan tragis, penyakit kronis, dan kematian buruk adalah shadaqah dan perbuatan baik (kepada orang lain), berbakti kepada orang tua, silaturahim, membantu orang kesusahan, berbuat baik kepada manusia, dan perbuat baik secara umum.
Ummul Mukminin, Khadijah Radhiyallahu 'Anha memberikan kesaksian atas kesimpun ini, perbuatan baik mencegah dari kematian buruk. Yaitu saat beliau menghibur RasulullahShallallahu 'Alaihi Wasallam, "Bergembiralah! Demi Allah, sungguh Allah tidak akan menghinakanmu untuk selama-lamanya. Demi Allah, sungguh engkau telah menyambung silaturahim, berkata jujur, membantu orang susah, memuliakan tamu, dan membela kebenaran." (Muttafaq 'Alaih)
Para ulama menjelaskan kalimat-kalimat KhadijahRadhiyallahu 'Anha ini, "Engkau tidak akan tertimpa keburukan karena Allah telah menjadikan dirimu berakhlak mulia dan berperangai baik."
Semoga Allah melindungi kami dan Anda sekalian dari perkara-perkara yang Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallamberlindung daripadanya. Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]